Senin, November 12, 2007
Matematika
Cobalah ingat masa kecil anda, atau setidaknya masa-masa ketika anda mulai belajar mengenal angka dan mengenal aritmatika atau berhitung. Pernahkan anda merasa keheranan dan terbengong-bengong kala itu, kenapa sebuah bilangan bisa seperti ini dan seperti itu. Kenapa dua tambah dua musti berjumlah empat tidak berjumlah lima atau enam. Kenapa kita, khususnya saya tidak atau enggan untuk menanyakan bagaimana itu bisa terjadi. Atau jikalau saya ingin menanyakannya maka tidak akan mendapatkan jawaban yang memuaskan atau yang diharapkan muncul.
Matematika memang sebuah keindahan. Setidaknya ini berlaku untuk beberapa orang, khusunya mereka yang begitu mencintai matematika. Bahkan untuk beberapa orang matematika merupakan sumber kebahagian. Anda tidak percaya dengan hal ini? Saya juga tidak akan memaksa anda untuk percaya. Dari pengalaman saya menggeluti dunia matematika sewaktu duduk di Sekolah Dasar maupun Sekolah Menengah, kebahagiaan atau kesenangan dari dunia matematika hadir ketika kita bisa menyelesaikan sebuah problem matematik dengan usaha kita sendiri. Saking bosennya dengan problem matematika yang diulang-ulang, saya pernah ditantang oleh guru SMP saya untuk menyelesaikan soal matematika yang bukan untuk diajarkan waktu itu. Sayangnya ketika saya berhasil menyelesaikan problem itu dengan cara saya sendiri, guru tersebut malah menyalahkan saya atau menganggap saya tidak berhasil. Dan hanya caranyalah yang benar. Padahal menurut saya, sampai saat ini, saya berhasil menyelesaikannya.
Lupakan tentang kisah saya dalam dunia matematika, karena pada dasarnya saya sudah lama tidak bergelut lagi di dunia tersebut. Saya lebih asik sekarang ini berpetualang di dunia ide yang berhubungan dengan realitas nyata di sekeliling saya. Namun demikian saya ingin menuliskan sesuatu berkaitan dengan matematika ini dari hasil pembacaan saya.
Seorang anak bernama Bertie yang masih kecil diajari oleh kakaknya soal matematika. Ia mempunyai kecerdasan yang luar biasa dalam soal matematika. Namun, ia juga mempunyai karakter untuk tidak mempercayai setiap hal yang diajarkannya. Ia selalu menanyakan kenapa ini bisa begini kenapa itu bisa begitu dan sebagainya. Lalu ketika kakaknya mengajarkan matematika yang diawali dengan beberapa aksioma, Bertie juga dengan antusias menanyakan justifikasi dari aksioma ini. Anda tahu apa itu aksioma? Aksioma tidaklah mungkin bisa dijustifikasi. Ia seperti terbit dari ruang hampa. Dengan kengototan untuk meminta justifikasi dari aksioma-aksioma matematika, ini berarti kita telah menghentikan pemelajaran matematika itu sendiri.
Matematika setidaknya dibangun berdasarkan satu premis (atau beberapa premis) dan satu aturan (atau beberapa aturan) prosedural, atau setidaknya berawal dari sebuah titik tertentu. Premis tidak mungkin dijustifikasi dengan menggunakan argumen yang lanjut, karena ini hanya akan menjadikan sebuah argumen yang sirkuler. Premis-premis tidaklah mungkin dibuktikan. Premis adalah titik tolak yang musti diterima apa adanya. Demikian pula aturan prosedural dari sebuah matematika. Ia juga tidak dapat dijustifikasikan. Jika masih ngeyel pengen dijelaskan dari mana aturan prosedural ini berasal dan mengapa kok aturan ini begini, ini hanyalah sebuah kesia-siaan. Tidak ada premis-premis yang mencukupi dalam dirinya sendiri (self-sufficient) dan tidak ada aturan-aturan prosedural yang bisa memberikan justifikasi bagi dirinya sendiri (self-justifying). Dengan menanyakan hal seperti ini kita seperti menempuh jalan mundur yang tiada akhir. Dan hasilnya kita tidak mampu membangun apa-apa. Matematika pun tidak akan pernah lahir.
Namun demikian Bertie kecil, yang kemudian setelah dewasa menjadi seorang yang bernama Bertrand Russel, kemudian menemukan atau mencapai sebuah kesimpulan bahwa segenap ilmu matematika pada prinsipnya dapat ditelusuri kembali pada prinsip-prinsip logika yang fundamental. Ia mengatakan bahwa validasi matematika secara keseluruhan merupakan sekumpulan kebenaran yang bersifat niscaya yang bisa dideduksikan dengan mantap dari premis-premis logika murni. Sebelum Russel sampai pada kesimpulan ini ada seorang lagi yang telah mencapai kesimpulan yang sama yang memiliki nama Frege.
Jika anda masih kebingungan silahkan baca bukunya Russel yang memaparkan teorinya ini, The Principles of Mathematics. Jika masih kurang silahkan lanjutkan dengan membaca karya bersamanya dengan Whitehead dalam jilid buku yang berjudul Principia Mathematica.
Ah kok saya juga kebingungan ya. Udah aja dulu.
0 komentar:
Posting Komentar